Sore yang berawan dengan sesekali angin berhembus kencang. Saat itu kelasku mengambil nilai olahraga yang pada saat itu diambil melalui permainan Voli, tentu dilakukan dilapangan voli yang terletak di belakang sekolah. Setelah aku menyelesaikannya, aku baru teringat bahwa aku belum mengumpulkan buku latihan matematika. Lalu aku menanya ke ketua kelasku dimana mengumpulkan buku tersebut. Dia menunjuk ke arah sebuah ruangan dilantai lantai dua yang terletak diujung koridor sebelah barat sambil masih membantu anak-anak perempuan yang mengambil nilai.
Ketika ia menunjuk ke arah lantai dua, aku terdiam dan berpikir untuk mengumpulkan buku tersebut esok hari, tetapi ada sisi lainku yang membujuk untuk mengumpulkannya sekarang. Alasan aku berpikir mengumpulkannya besok adalah karena pada sore itu sekolah sudah bubar dan otomatis lantai atas sudah kosong. Banyak kabar yang mengatakan sekolahku rada-rada angker. Hal itu yang membuat aku berpikir dua kali untuk pergi ke lantai dua.
Di Handphone-ku waktu telah menunjukkan 16.54. Walau belum begitu sore tetapi suasana pada waktu itu cukup suram dikarenakan matahari yang tertutup awan yang tebal serta angin yang berhembus. Akhirnya aku memutuskan untuk tetap mengumpulkan buku tersebut dengan alasan jika mengumpulkannya besok entah aku ingat untuk mengumpulkannya entah tidak. Jadi aku memutuskan untuk mengumpulkannya sekarang.
Sekarang yang jadi masalah, siapa yang mau menemaniku untuk pergi ke lantai dua?? Dan ada dua orang temanku yang bersedia untuk menemani ke lantai dua.
Kami berjalan menuju tangga yang menghubungkan lantai 1 dan 2. Awalnya pada saat kami di lantai satu suasananya memang agak sepi dan seperti suasana sekolah biasanya. Lalu kami melangkah menuju lantai dua tanpa beban dan mencoba untuk menghangatkan suasana dengan membuka sebuah pembicaraan sambil melalui tiap anak tangga.
Setelah sampai di lantai dua, entah mengapa suasana di sana benar-benar hening. Kami merasakan benar-benar tidak adanya tanda kehidupan, berbeda dengan suasana di lantai satu. Tiba-tiba ada bunyi berdesis, dan kami melihat ke arah mading, ternyata bunyi gesekan kertas yang tergantung di mading. Bunyi itu terus berlanjut dikarenakan angin yang cukup kencang.Oke, hal ini membuat kesuraman lantai ini semakin menjadi. Lalu kami menuju ke ujung koridor sebelah barat untuk tujuan awal. Saat disana kami mendengar suara semu anak-anak perempuan yang masih mengambil nilai olahraga dari luar.
Sesampai di ruang dimana tempat mengumpulkan buku latihan matematika, aku bergegas untuk meletakkannya di tumpukan buku milik teman-teman sekelasku yang sudah mengumpulkannya. Setelah itu salah seorang temanku yang menemaniku memecahkan keheningan ruangan itu dengan sebuah teriakan sambil ia berlari menuju ke lantai satu.
Ketika ia menunjuk ke arah lantai dua, aku terdiam dan berpikir untuk mengumpulkan buku tersebut esok hari, tetapi ada sisi lainku yang membujuk untuk mengumpulkannya sekarang. Alasan aku berpikir mengumpulkannya besok adalah karena pada sore itu sekolah sudah bubar dan otomatis lantai atas sudah kosong. Banyak kabar yang mengatakan sekolahku rada-rada angker. Hal itu yang membuat aku berpikir dua kali untuk pergi ke lantai dua.
Di Handphone-ku waktu telah menunjukkan 16.54. Walau belum begitu sore tetapi suasana pada waktu itu cukup suram dikarenakan matahari yang tertutup awan yang tebal serta angin yang berhembus. Akhirnya aku memutuskan untuk tetap mengumpulkan buku tersebut dengan alasan jika mengumpulkannya besok entah aku ingat untuk mengumpulkannya entah tidak. Jadi aku memutuskan untuk mengumpulkannya sekarang.
Sekarang yang jadi masalah, siapa yang mau menemaniku untuk pergi ke lantai dua?? Dan ada dua orang temanku yang bersedia untuk menemani ke lantai dua.
Kami berjalan menuju tangga yang menghubungkan lantai 1 dan 2. Awalnya pada saat kami di lantai satu suasananya memang agak sepi dan seperti suasana sekolah biasanya. Lalu kami melangkah menuju lantai dua tanpa beban dan mencoba untuk menghangatkan suasana dengan membuka sebuah pembicaraan sambil melalui tiap anak tangga.
Setelah sampai di lantai dua, entah mengapa suasana di sana benar-benar hening. Kami merasakan benar-benar tidak adanya tanda kehidupan, berbeda dengan suasana di lantai satu. Tiba-tiba ada bunyi berdesis, dan kami melihat ke arah mading, ternyata bunyi gesekan kertas yang tergantung di mading. Bunyi itu terus berlanjut dikarenakan angin yang cukup kencang.Oke, hal ini membuat kesuraman lantai ini semakin menjadi. Lalu kami menuju ke ujung koridor sebelah barat untuk tujuan awal. Saat disana kami mendengar suara semu anak-anak perempuan yang masih mengambil nilai olahraga dari luar.
Sesampai di ruang dimana tempat mengumpulkan buku latihan matematika, aku bergegas untuk meletakkannya di tumpukan buku milik teman-teman sekelasku yang sudah mengumpulkannya. Setelah itu salah seorang temanku yang menemaniku memecahkan keheningan ruangan itu dengan sebuah teriakan sambil ia berlari menuju ke lantai satu.
08 Desember 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar